Opini  

Buku dan Perpustakaan

Oleh M. GHUFRAN H. KORDI K.
Pengamat Sosial

Membaca merupakan aktivitas yang sangat membantu manusia mengenal dunia luar. Membaca merupakan salah satu metode yang dilakukan oleh manusia untuk dapat meningkatkan kecerdasan, mengakses informasi, dan juga memperdalam pengetahuan dalam diri seseorang. Proses transfer berbagai informasi juga dapat dilakukan dengan membaca. Informasi tersebut dapat berupa ilmu pengetahuan dan hal-hal lain yang terkait dengan perkembangan hidup manusia.

Dengan memahami dan mengerti isi dan sebuah bacaan, seseorang akan mendapatkan banyak keuntungan untuk memperluas cakrawala berpikir dengan sedikit usaha dan modal. Kegiatan ini sering kali dihubungkan dengan faktor-faktor kesuksesan seseorang dalam berfikir dan bertindak karena pada umumnya mereka yang gemar membaca dapat bertindak lebih sistematis dan berfikir secara kritis dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi. Membaca menjadi salah satu kebutuhan yang perlu dipenuhi dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang ingin berkembang cepat dan maju, baik secara spiritual, intelektual, maupun fisik.

Di era digital, kegiatan membaca tidak hanya dilakukan melalui media buku bacaan, tapi membaca dilakukan melalui smartphone (android). Dengan demikian, budaya membaca masyarakat seharusnya sudah semakin meningkat, karena akses informasi semakin cepat dan mudah. Namun, di lain sisi kemudahan mengakses informasi dari internet belum dimanfaatkan semaksimal mungkin. Budaya literasi makin surut karena pengaruh budaya instan yang ditularkan oleh kemajuan media daring (dalam jaringan) dan media sosial. Saat ini kebanyakan generasi muda lebih banyak menghabiskan waktunya di depan internet untuk bermain game atau kegiatan hura-hura lainnya.

Beberapa studi menyebutkan, tingkat minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah dan memprihatinkan. Hasil Programme for International Student Assessment (PISA), salah satu tes internasional tiga tahunan yang sangat terpercaya, sejak 2000 sampai 2019 menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kemampuan membaca rendah. Indonesia berada di peringkat 62 dari 72 negara. Demikian pula dengan survei yang dilakukan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), di mana tingkat minat baca bangsa hanya 0,001 persen atau dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang gemar membaca.

Angka ini sangat jauh dibandingkan dengan angka minat baca di Amerika Serikat (AS) dan Singapura, apalagi Jepang. AS memiliki indeks membaca 0,45 dan Singapura memiliki indeks 0,56. Jepang memiliki indeks 17. Bahkan budaya baca masyarakat Indonesia berada di urutan ke-38 dari 39 negara dan merupakan negara yang paling rendah minat bacanya di kawasan ASEAN.

Peradaban Buku & Perpustakaan

Membaca sangat penting karena berhubungan dengan upaya meningkatkan kualitas hidup dan kualitas sumber daya manusia. Dasar olah pikir dikembangkan lewat pelajaran membaca, menghitung, menutur, mendengar, menulis, dan meneliti. Membaca lebih dari sekadar belajar melek huruf atau sekadar membaca buku pelajaran wajib di sekolah. Membaca harus menjadi kecakapan fungsional yang dibiasakan sejak sekolah dasar. Kecakapan dan kebiasaan membaca sejak dini memudahkan anak-anak menjelajahi ilmu pengetahuan melampaui pelajaran di sekolah.

Kebiasaan membaca berkelindan dengan menulis, yang pada gilirannya akan mendorong semangat meneliti, melalui penelaahan terhadap ayat-ayat tertulis (kitabiyah), ayat-ayat semesta, ayat-ayat sejarah, dan ayat-ayat di dalam diri (Latif, 2019).

Kebiasaan membaca, kebiasaan menulis, dan semangat meneliti dilihat dari jumlah publikasi dan kemajuan negara. Negara-negara dengan kebiasaan membaca tinggi, setiap tahunnya menerbitkan buku dalam jumlah besar, dan merupakan negara-negara maju. Negara-negara tersebut juga mengasilkan sumber daya unggul, sehingga menguasai berbagai bidang kehidupan.

Empat negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, berturut-turut Tiongkok/RRC (Republik Rakyat China), India, AS, dan Indonesia, hanya Indonesia yang produksi bukunya sangat rendah, sekitar 30.000 buku/tahun. Tiongkok menerbitkan 440.000 buku/tahun, India 90.000 buku/tahun, dan AS 304.912 buku/tahun.

Negara-negara lain yang memroduksi jumlah buku besar adalah Inggris 184.000 buku/tahun, Rusia 101.981 buku/tahun, Jepang 82.589 buku/tahun, Jerman 82.048 buku/tahun, Italia 61.966/tahun, Korea Selatan 47.589 buku/tahun, Spanyol 44.000 buku/tahun, Turki 43.100 buku tahun, dan Perancis 41.902 buku/tahun.

Negara-negara yang memroduksi buku dalam jumlah besar juga identik dengan bangunan perpustakaan mewah, mempunyai banyak koleksi, dan ramai. Di Indonesia, jumlah perpustakaan cukup banyak, yakni mencapai 164.610. Namun, gedung perpustakaan di Indonesia identik dengan bangunan tua tidak terawat, tidak banyak buku, dan sunyi. Perpustakaan bukan menjadi tempat orang belajar, tetapi sekadar gedung menyimpan buku.

Semua negara yang memroduksi buku dalam jumlah besar adalah negara-negara besar, negara maju, dan negara makmur. Kemajuan dan peradaban negara-negara tersebut dibangun berbasis buku. Sumber daya manusia di negara-negara maju adalah sumber daya yang dikenal sebagai manusia pembaca dan manusia pembelajar.

Orang kaya di dunia seperti Mark Zuckerberg dan Bill Gates adalah manusia “gila” membaca. Pelatih sepakbola legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson adalah “pelahap” berbagai bacaan. Pendiri negeri ini, adalah pembaca buku dan penulis produktif: Soekarno, Mohammad Hatta, Tan Malaka, Soepomo, Mohammad Yamin, untuk menyebut beberapa nama.

Manusia Instan di Media Sosial

Rendahnya budaya baca masyarakat di negeri ini sangat ironi. Pasalnya pendiri negara-bangsa ini adalah pemikir-cendekiawan-intelektual jempolan. Sementara penerus bangsa ini adalah masyarakat malas membaca dan malas berpikir, yang mudah dikenali di media sosial.

Karena malas membaca, pengguna media sosial terlihat aneh dan lucu ketika menulis status, mengomentari status orang lain, dan membagikan informasi dan berita. Ini terjadi pada semua strata sosial, dari ibu rumah tangga, masyarakat biasa berpendidikan rendah, pelajar, lulusan perguruan tinggi, guru/dosen, agamawan, hingga pejabat publik.

Ketika menulis status, pengguna media sosial menggunaan kata yang tidak tepat, tidak sesuai dengan tata bahasa, tidak santun, bahkan menghina, mencaci maki, dan memfitnah. Ketika mendapat informasi atau berita yang dibagikan oleh orang lain, dengan serta merta dibagikan, tanpa dibaca terlebih dahulu.

Di balik, kegunaan media daring dan media sosial yang begitu besar, media tersebut juga menghasilkan dan mempromosikan manusia-manusia instan dan tidak produktif. Orang-orang yang eksis di media sosial, sebagiannya adalah orang-orang yang tidak produktif, tidak dapat memanfaatkan media sosial untuk dirinya, termasuk tidak dapat memanfaatkan media sosial untuk kemajuan daerah, bangsa dan negara, serta kebaikan umat manusia.

Karena itu, untuk meningkatkan sumber daya manusia dan melahirkan manusia-manusia berkualitas dan berkarakter, maka menjadi tugas semua pihak meningkatkan minat baca melalui berbagai cara dan platform. Sejak dini anak-anak diperkenalkan buku dan perpustakaan. Upaya untuk meningkatkan minat baca dilakukan dengan berbagai cara, yang harus dimulai sejak dini, termasuk bekunjung ke perpustakaan dan perpustakaan daring.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *